Minggu, 03 Januari 2016

Naskah Kurikulum



Naskah Kurikulum


Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 36 menyebutkan bahwa (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Setiap komponen yang menyusun kurikulum saling berhubungan satu sama lain, sehingga dalam proses pengembangan kurikulum harus memperoleh perhatian yang sama besarnya. Komponen-komponen tersebut yaitu komponen tujuan, isi, strategi atau metode, serta komponen evaluasi. Proses pengembangan kurikulum memang merupakan sesuatu yang kompleks, karena tidak hanya menuntut penguasaan kemampuan secara teknis, akan tetapi lebih dari itu para pengembang kurikulum harus mampu mengantisipasi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Gambar
Bagan tersebut menggambarkan bahwa sistem kurikulum terbentuk oleh empat komponen. Sebagai suatu sistem, setiap komponen harus saling berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum secara keseluruhan juga akan tergganggu.
Lebih lanjut, S. Nasution (1987: 222) menyatakan bahwa dalam praktik, biasanya semua komponen kurikulum tersebut dipertimbangkan tanpa urutan yang pasti, misalnya ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan tujuan disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses pembelajaran atau ada pula yang memulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari dengan berpedoman pada buku sumber, sesudah itu baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan tersebut, akhirnya dipikirkan proses pembelajarannya dan cara penilaiannya. Jadi, dalam proses, tampak ada upaya untuk penyempurnaan dan perpaduan antar setiap komponen.
1.    Tujuan Kurikulum
Tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro, rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan yang menggambarkan suatu masyarakat yang di cita-citakan, misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan misi dan visi sekolah serta tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran. Untuk memahami tujuan pendidikan John Dewey (1916) membandingkan antara hasil pendidikan dan tujuan pendidikan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika peserta didik mampu menguasai dirinya, maka mereka akan mampu untuk menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Beliau juga menunjukkan bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan adalah membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka. Menjadi manusia yang merdeka berarti tidak hidup terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Dengan kata lain, pendidikan menjadikan seseorang mudah diatur, tetapi tidak dapat disetir.
Tujuan selalu berkaitan dengan hasil, tetapi tujuan lebih merupakan kegiatan yang mengandung proses.tujuan menampilkan aktivitas yang teratur dan pada akhirnya tujuan akan berdampak pada hasil.
Karakteristik tujuan pendidikan yang baik menurut Dewey (1916) :
1)        Tujuan pendidikan harus berupa kegiatan dan kebutuhan intrinsik
2)        Tujuan pendidikan harus bias di capai, untuk itu tujuan harus bersifat fleksibel danmengndung pengalaman belajar
3)        Tujuan pndidikan harus merepresentasikan kegiatan.
Tujuan kurikulum di bagi menjadi empat yaitu: Pertama, Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), Kedua, Tujuan Institutional (TI), Ketiga, Tujuan Kurikuler (TK), Keempat, Tujuan Pembelajaran atau Instruksional (TP). Pengembangan tujuan kurikulum merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam proses pengembangan kurikulum, sebab tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan. Melalui tujuan yang jelas, maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan, serta sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus di rumuskan dapat di golongkan ke dalam 3 klasifikasi atau 3 domain (bidang) yaitu domain kognitif, efektif. Psikomotor.
Menurut undang-undang Republik Indonesia Pasal 3, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagai implikasi bagi penyelenggara pendidikan, baik formal maupun nonformal, dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan program pendidikan, maka nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Tujuan Pendidikan Nasional tersebut harus menjadi acuan yang mendasardalam mewujudkan praktik pendidikan, sehingga menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertakwa, berilmu dan beramal dalam situasi yang kondusif.

2.    Isi atau Bahan Materi Kurikulum
Isi kurikulum berkenaan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman belajar yang harus diberikan kepada siswa untuk dapat mencapai tujuan pendidikan. Dalam menentukan isi kurikulum baik yang berkenaan dengan pengetahuan ilmiah maupun pengalaman belajar disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat menyangkut tuntutan dan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gall (1981) mendefinisikan bahan kurikulum sebagai: Curriculum materials are physical entities, representational in nature, used to facilitate the learning process.jadi, menurut Gall bahan kurikulum adalah sesuatu yang mempunyai sifat fisik, sifat mewakili dan dipergunakan untuk mempermudah proses belajar.
Entity fisek (physical entities) adalah bahan kurikulum itu merupakan objek yang dapat diobservasi, bukan hanya berupa ide-ide atau konsep. Dengan demikian, tujuan pengajaran tidak termasuk bahan kurikulum karena ia tak dapat dilihat. Buku-buku teks dan lain-lain yang sejenis yang merupakan media cetak, film, program rekama, dan lain-lain adalah contoh-contoh bahan kurikulum yang dapat diobservasi.
Bahan pembelajaran dalam penyajiannya berupa deskripsi yakni berisi tentang fakta-fakta dan prinsip-prinsip, norma yakni berkaitan dengan aturan, nilai dan sikap, serta seperangkat tindakan/keterampilan motorik. Dengan demikian, bahan pembelajaran pada dasarnya berisi tentang pengetahuan, nilai, sikap, tindakan dan keterampilan yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses yang terkait dengan pokok bahasan tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dilihat dari aspek fungsi, bahan pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan secara langsung dan sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan secara tidak langsung. Sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan langsung, bahan pembelajaran merupakan bahan ajar utama yang menjadi rujukan wajib dalam pembelajaran. Contohnya adalah buku teks, modul, handout, dan bahan-bahan panduan utama lainnya. Bahan pembelajaran dikembangkan mengacu pada kurikulum yang berlaku, khususnya yang terkait dengan tujuan dan materi kurikulum seperti kompetensi, standar materi dan indikator pencapaian.
Suatu bahan pembelajaran yang baik memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang melekat pada bahan ajar yang disajikan (disusun) merupakan ciri khas yang membedakan antara bahan pembelajaran yang baik dengan bahan pembelajaran yang tidak baik. Bahan pembelajaran yang baik memenuhi syarat substansial dan penyajian sebagai berikut:
  1. Secara substansial bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Sesuai dengan visi dan misi sekolah
Visi merupakan wawasan jauh ke depan yang menunjukkan arah bagi pencapaian tujuan. Sedangkan misi merupakan gambaran tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga, dalam hal ini sekolah/madrasah. Visi dan misi sekolah dalam pencapaiannya diwujudkan melalui proses pembelajaran, sedangkan proses pembelajaran dibanguna diantaranya karena adanya bahan pembelajaran. Oleh karena itu bahan pembelajaran yang disusun harus sesuai dengan visi, misi, karena bahan pembelajaran itu sendiri merupakan sarana materi yang akan disampaikan pada siswa dalam upaya mencapai visi dan misi sekolah.
2) Sesuai dengan kurikulum
Kurikulum yang dimaksud adalah seperangkat program yang harus ditempuh siswa dalam penyelesaian pendidikannya. Paling tidak, secara sempit kurikulum meliputi aspek tujuan/kompetensi, indikator hasil materi, metoda dan penilaian yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar, dalam hal ini merupakan pengembangan materi pembelajaran hendaknya senantiasa sesuai dengan tujuan/kompetensi, materi dan indikator keberhasilan.
3) Menganut azas ilmiah
Ilmiah yang dimaksud adalah bahan ajar tersebt disusun dan disajikan secara sistematis (terurai dengan baik) metodologis (sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan).
4) Sesuai dengan kebutuhan siswa
Bahan ajar merupakan hal yang harus dicerna dan dikuasai siswa. Dengan demikian bahan ajar disusun semata-mata untuk kepentingan siswa. Oleh karena itu, maka bahan ajar yang disusun hendaknya sesuai dengan kebutuhan siswa, yaitu sesuai dengan tingkat berpikir, minat, latar sosial budaya dimana siswa itu berada.
  1. Memenuhi kriteria penyajian, yang meliputi:
1)      Memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi
Bahan pembelajaran yang disusun hendaknya memiliki derajat keterbacaan yang tinggi, dalam arti bahasa yang disajikan menggunakan struktur kalimat dan kosa kata yang baik, bentuk kalimat sesuai tata bahasa, dan isi pesan yang disampaikan melalui huruf, gambar, photo dan ilustrasi lainnya memiliki kebermaknaan yang tinggi.
2)      Penyajian format dan fisik bahan pembelajaran yang menarik
Format dan fisik bahan pembelajaran juga harus diperhatikan. Format dan fisik buku ini berkaitan dengan tata letak (layout), penggunaan model dan ukuran huruf, warna, gambar komposisi, kualitas dan ukuran kertas, penjilidan, dsb. Format dan fisik bahan ajar sebenarnya merupakan tanggung jawab penerbit (bila bahan ajar tersebut diterbitkan), tetapi sebaiknya penulis memiliki gagasan bagaimana format dan fisik bahan ajar yang diinginkan.
Pengembangan bahan kurikulum merupakan salah satu bagian dari pengembangan kurikulum secara keseluruhan. Adanya penggantian kurikulum yang berlaku biasanya juga dimaksudkan untuk memajukan sekolah. Usaha memajukan sekolah itu sendiri antara lain juga ditempuh melalui strategi memasukkan bahan-bahan pengajaran yang baru kedalam program sekolah yang bersangkutan. Bahan pengajaran yang dimaksud harus lebih dahulu diseleksi dan disesuaikan dengan tujuan pengajaran di sekolah itu secara keseluruhan.Kurikulum yang dapat dilihat sebagai semua perencanaan pendidikan yang akan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan, menunjukkan bahwa hal itu berkaitan dengan maksud utama pengembangan kurikulum, yaitu mengidentifikasi tujuan-tujuan yang lebih luas dan yang lebih khusus pengajaran yang harus diusahakan pencapaiannya.
Perumusan tujuan kurikulum pada umumnya didasarkan pada konsep-konsep sifat belajar, pelajar, dan masyarakat. Mc. Neil (1977) mengemukakan adanya empat perbedaan konsep yang mempengaruhi perkembangan kurikulum dewasa ini, yaitu pandangan humanis, rekonstruksi sosial, teknologi instruksional, dan disiplin akademik.
Kurikulum yang dikembangkan atas dasar pandangan hamanis misalnya, cenderung merumuskan tujuan pendidikan dengan menekankan pada kebutuhan individual demi pertumbuhan dan integritas personal. Tujuan pengembangan kurikulum yang lain adalah untuk mengurutkan tujuan-tujuan pengajaran secara sistematis logis sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya secara saling berhubungan sepanjang tahun. Aspek pengembangan kurikulum jenis ini biasanya menghasilkan spoke (cangkupan, luas) dan urutan, struktur, pengembangan urutan, atau organisasi urutan yang lain.Tujuan dan urutan kurikulum yang di khususkan, dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaannya. Dalam titik ini, penyelesaian behan kurikulum yang layak harus sudah dilibatkan (Gall). Dengan demikian ada keterpaduan antara komponen-komponen yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut.
Penyelesaian kurikulum baik oleh tim pengembangan kurikulum maupun oleh guru secara individual, harus secara cermat dilihat dari segi relevansinya dengan kurikulum yang dikembangkan. Hal itu dapat ditempuh melalui proses pengambilan, penganalisisan, dan penilaian bahan. Jika bahan diseleksi lepas dari hubungannya yang lebih besar, ia akan menghasilkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan program pengajaran, dan hal itu berarti menghilangkan kemungkinan siswa untuk menghubungkannya dengan hal-hal yang lain.
Proses adopsi bahan kurikulum memuncak pada keputusan untuk memilih atau merekomendasikan tentang penyeleksian terhadap seperangkat bahan yang khusus. Proses adopsi bahan itu dapat bervariasi tergantung pada 1)siapa yang membuat keputusan adopsi, 2) siapa yang akan menerima keputusan itu, dan 3) sifat adopsi itu sendiri.(Gall).
Sifat keputusan adopsi juga mempengaruhi proses penyeleksian yang dipergunakan, dan untuk itu paling tidak terdapat tiga keputusan adopsi.
a)      Keputusan bisa berupa pemilihan suatu produk dari sejumlah produk kurikulum.     Keputusan jenis ini biasanya dibuat oleh tim penyeleksi.
b)      Keputusan bisa berupa pemilihan suatu produk kurikulum dengan mempertimbangkan kebaikan-kebaikan yang ada tanpa membandingkannya dengan produk yang lain. Keputusan jenis ini boleh dilakukan oleh seorang guru yang menjumpai suatu produk yang baru dan kemudian ingin memanfaatkannya untuk pengajaran tambahan.
c)      Keputusan ini bisa berupa pembuatan daftar bahan kurikulum yang disetujui. Semua bahan yang sesuai dengan kriteria tertentu dapat dipilih untuk mengisi daftar itu. Hal itu berarti bahwa lebih dari satu produk yang dapat dipilih oleh tim penyeleksi.

Proses penyeleksian bahan kurikulum yang bersifat formal terdiri dari sejumlah tahap. Gall mengemukakan ada sembilan tahap yang harus dilalui yaitu:
1.  identifikasi kebutuhan,
2.  merumuskan misi kurikulum (Spesialis media),
3.  menentukan anggaran pembiayaan,
4.  membentuk tim penyeleksi,
5.  mendapatkan susunan bahan,
6.  menganalisis bahan,
7.  menilai bahan,
8.  membuat keputusan adopsi,
9.  menyebarkan, mempergunakan, dan memonitor penggunaan.
Pembicaraan berikut tidak akan mencangkup ke-9 tahap tersebut, melainkan ada beberapa tahap yang sengaja ditinggalkan.
1.  Identifikasi Kebutuhan (Identify Your Needs)
Para ahli mengidentifikasi kebutuhan (needs) sebagai ketidak sesuaian antara apa yang menjadi kenyataan dan apa yang menjadi keinginan. Yang pertama bisa menunjuk pada kurangnya keseluruhan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran. Sebaliknya, yang kedua mengacu kepada pengertian penyeleksian bahan yang memungkinkan siswa untuk dapat mencapai tujuan pengajaran.
Pemilihan yang dilakukan oleh tim penyeleksi biasanya dilakukan dengan mendaftar bahan pengajaran yang dipergunakan yang dirasa kurang memadai, dan menilai dan menyeleksi bahan baru yang diperoleh melalui penelitian. Karakteristik bahan baru yang diinginkan harus mencerminkan tujuan (goals) dan pandangan hidup, tingkat sekolah, tingkat bacaan, skope, serta sekuen kurikulum.
2.  Mendapatkan Bahan Kurikulum (Access to Curiculum Materials)
Proses pencarian bahan kurikulum sering tidak terencana dan sering bersifat kesewaktuan. Para pendidik biasanya menyadari persediaannya bahan-bahan itu melalui percakapan dengan kawan sejawat, jurnal, profesional, seminar, penetaran, dan sebagainya. Akan tetapi, para pendidik sering kurang menanggapi secara sungguh-sungguh karena meresa sulit untuk mendapatkan bahan itu atau karena kurangnya informasi bagaimana cara untuk memperolehnya.
3.  Analisis Bahan (Analyze the Meterials)
Analisis merupakan proses memisah-misahkan suatu keseluruhan material kedalam bagian-bagian atau komponen-komponen, dan kemudian menguji tiap begian itu serta bagaimana kaitannya antara satu denga yang lain.



3.    Strategi Pembelajaran
Menurut T. Rakjoni strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari dua pengertian diatas ada dua hal yang pelu diamati, yaitu: Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian tindakan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan sebagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Alasan-alasan perlunya perencanaan strategi mengajar:Agar kurikulum yang direncanakan dapat mencapai tujuan,  agar pelajaran yang sama yang diberikan oleh pendidik dilakukan secara konsistensehingga tidak merugikan kelas tertentu, membantu guru memberi pelajaran yang efektif serta menarik dengan menyediakansumber belajar yang memadahi.Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Metode adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Metode juga digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in achieving something. Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan ( approach ). Sebenarnya pendekatan berbeda dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Roy Killer (1998), ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
·         Pendekatan yang berpusat pada guru ( teacher centered approaches )
·         Pendekatan yang berpusat pada siswa ( student centered approach ) Rowntree (1974), strategi pembelajaran dibagi atas:
·         Strategi Exposition dan Strategi Discovery Learning
·         Strategi Groups dan Individual Learning.
Terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru.Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar.Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifattekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi.Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider.Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar.Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.Pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ini sangat penting dipahami sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Komponen strategi pembelajarn yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajarannya. Kondisi pembelajaran yang berbeda umpamanya, karakteristik isi bidang studi dengan karakteristik siswa bis memiliki pengaruh yang konsisten pada hasil pelajaran.
Berikut ini bebrapa pertimbangan yang digunakan sebagai pegangan untuk memilih strategi pembelajaran dalam pengembangan kurikulum:
a.       Apakah tujuan itu bersifat kognitif, afektif atau psikomotor?
b.      Apakah tujuan banyak memrlukan reinforcement atau ulangan?
c.       Apakah diperlukan partisipasi aktif dari siswa, secara individual, kelompok kecil, ataukelompok besar?
d.      Apakah diperlukan ketrampilan mengenai proses penelitian ilmiah?
e.       Apakah tersedia atau harus disediakan sumber-sumber pembelajaran?
f.       Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan asas kurikulum dan misi lembagatersebut?
g.      Apakah strategi pembelajaran itu cukup menguntungkan dari segi waktu, biaya, dan usaha yang diperlukan?
h.       Apakah diperlukan lebih dari satu strategi untuk mencapai tujuan itu?
i.        Apakah strategi sudah sesuai dengan gaya belajar siswa?
Menurut T. Rakjoni strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective),menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar( selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
Agar usaha pengembangan kurikulum di sekolah dapat berhasil baik, maka perlu diperhatikan langkah-langkah pengembangan kurikulum di sekolah. Langkah-langkah itu mencakup melakukan penilaian umum tentang sekolah, seperti: dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih rendah mutunya daripada sekolah lain; kesenjangan apa yang terjadi antara kenyataan dengan apa yang diharapkan berbagai pihak; serta sumber-sumber apa yang tersedia atau tidak tersedia. Kalau kita rinci dapat kita sajikan sebagai berikut :
Penjelasan:
a.       Selidiki berbagai kebutuhan sekolah, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.
b.      Mengidentifikasi masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang berbagai kebutuhan yang tersebut di atas, lalu memilih salah satu yang dianggap paling mendesak diatasi.
c.       Mengajukan saran perbaikan, yang dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikuium yang berlaku, menilai maknanya bagi pengembangan sekolah, dan menjelaskan makna serta implikasinya.
d.      Menyiapkan desain perencanaan yang mencakup tujuan, cara mengevaluasi, menentukan bahan pelajaran, metode penyampaian, percobaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya.
e.       Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masingmasing.
f.       Mengawasi pekerjaan panitia, biasanya oleh kepala sekolah.
g.      Melaksanakan hasil kerja panitia oleh guru dalam kelas. Karena pekerjaan ini tidak mudah, kepala sekolah hendaknya senantiasa menunjukkan penghargaannya terhadap pekerjaan semua pihak yang terlibat dalam usaha pengembangan kurikulum.
h.      Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan, karena apa yang indah di atas kertas belum tentu dapat diwujudkan.
i.        Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman selanjutnya.
Pada taraf permulaan hendaknya diambil suatu proyek yang sederhana, yang memungkinkan  untuk dapat dilaksanakan dengan baik. Ketidakberhasilan akan menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk mengadakan pengembangan di masa mendatang. Jadi, jangan didesak melakukannya dengan tergesa-gesa. Ada pengembangan kurikulum yang fundamental yang memakan waktu puluhan tahun. Perubahan kurikulum senantiasa melibatkan perubahan manusia yang melaksanakannya. Agar kurikulum berubah, maka guru sendiri harus berubah dan didorong untuk berubah.

4.    Evaluasi Kurikulum
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang memiliki hubungan sebab akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya secara evolusioner. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus, untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan system pendidikan dalam mencapai tujuan yang ditentukan.
Menurut Micheal Scriven dalam buku Nurgiantoro, mengemukakan bahwa proses penilaian terdiri dari tiga komponen, yaitu pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan, dan pembuatan keputusan. Ia mengartikan evaluasi sebagai “proses memperoleh informasi, mempergunakannya sebagai bahan pembuatan pertimbangan, dan selanjutnya sebagai dasar pembuatan keputusan”. Tyler dalam buku Hamalik, berpendapat bahwa evaluasi kurikulum pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengecek keberlakuan kurikulum yang harus diberlakukan ke dalam empat tahap yaitu sebagai berikut:
  1. Evaluasi tehadap tujuan pembelajaran.
  2. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum atau proses pembelajaran yang meliputi metode, media dan evaluasi pembelajaran.
  3. Evaluasi terhadap evektifitas, baik evektifitas waktu, tenaga dan biaya.
  4. Evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai.
Kegiatan evaluasi kebutuhan dan kelayakan terhadap kurikulum adalah suatu keharusan yang esensial dalam rangka pengembangan program kegiatan pendidikan pada umumnya dan peningkatan kualitas siswa pada khususnya. Hal ini terkait dengan pengembangan sumber daya manusia sebagai unsur utama pelaksanaan dan keberhasilan program pendidikan yang pada gilirannya membutuhkan pengelola dan pelaksana yang mampu menjalankan kegiatan pendidikan yang lebih berdaya.
Evaluasi kurikulum sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Evaluasi kurikulum dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.
Secara sederhana, dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuan. Evaluasi bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan  penetuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan ada revisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.
Evaluasi dan Kurikulum merupakan dua disiplin yang memiliki hubungan sebab akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya secara evolusioner. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus, untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang ditentukan. Dimana semua tidak terlepas dari adanya berbagai criteria, mulai dari yang bersifat formal.
Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun dalam pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pegembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian, serta fasilitas pendidikan lainnya.
Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi pengambilan keputusan adalah hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak pengambil keputusan adalah sama. Masalah yang timbul adalah apakah hasil evaluasi tersebut dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jawabannya belum tentu, karena suatu informasi mungkin lebih bermanfaat bagi pihak tertentu tetapi kurang bermanfaat bagi pihak yang lain.
Kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsesus. Konsesus tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, analisis statistik dari prestasi tes post tes. Secara umum, langkah-langkah pokok evaluasi pendidikan meliputi tiga kegiatan utama yaitu persiapan, pelaksanaan dan pengolahan hasil.
Peran evaluasi kurikulum dalam pendidikan berkenaan dengan tiga hal, yaitu sebagai berikut.
  1. Konsep sebagai moral judgement
Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu nilai berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian yaitu:
1)   Evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai.
2)   Evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis yang berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
3)   Evaluasi dan penentuan keputusan
Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan. Pihak pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan dan kurikulum adalah guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembangan kurikulum dan sebagainya.
  1. Evaluasi dan konsesus nilai
Kesatuan penilaian dapat dicapai melalui suatu konsensus. Kosensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar behavioral, analisis statistik dari prestasi tes dan post tes. Ada dua dua kriteria dalam penilaian kurikulum:
  1. Kriteria berdasarkan tujuan yang telah ditentukan atau sering disebut kriteria patokan
  2. Kriteria berdasarkan norma-norma atau standar yang ingin dicapai senagaimana adanya.
Evaluasi kurikulum dilakukan oleh evaluator yang telah memenuhi syarat atau kualifikasi. Tidak semua orang boleh menjadi evaluator, kecuali orang-orang yang memang berkompeten di bidang kurikulum. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah:
a)    Orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi baik secara teoritis maupun keterampilan praktis.
b)   Mempunyai kecermatan yang dapat melihat celah-celah dan detail serta bagian-bagian kurikulum.
c)    Bersikap obyektif dan tidak mudah terpengaruh oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga dapat mengambil data dan kesimpulan yang sesuai dengan ketentuan.
d)   Sabar, tekun dan tidak gegabah dalam menjalankan tugas mulai perencanaan kegiatan, menyusun instrument, mengumpulkan data dan menyusun laporan.
e)    Hati-hati dalam menjalankan pekerjaan evaluasi dan bertanggung jawab terhadap segala tugas dan resiko kesalahan yang diperbuat
Evaluator hendaknya terlebih dahulu mempelajari, menelaah dan mendalami seluruh aspek kurikulum yang akan dievaluasi, agar kesimpulan yang diambil tepat dan tidak merugikan pihak tertentu. Evaluator sering menghadapi delima pertimbangan etis, dalam menjalankan tugasnya seperti yang disinyalir Ronal G. Schnee dalam buku Muhammad Zaini yang  menyebutkan beberapa hal antara lain:
a.       Otonomi yang berkaitan dengan pelaksanaan program kurikulum, misalnya kepala sekolah dan guru. Mereka tentu akan menyanjung program kurikulum ketika diminta untuk mengevaluasi.
b.      Hubungan dengan klien, artinya evaluator ketika menjalankan tugasnya harus bekerja sama dengan klien atau pelaksana kurikulum di suatu sekolah.
c.       Evaluator dalam melaksanan tugasnya tidak boleh mengabaikan fakta politik dan konteks sosial, sehingga hasil kerja evaluasi kurikulum itu dapat bermafaat.
d.      Evaluator dalam dalam melaksanakan evaluasi tidak mungkin melepaskan diri dari nilai-nilai atau norma yang dianut dan dijadikan pedoman hidupnya.
e.       Evaluator hendaknya memilih dan mempertimbangkan rancangan dan metodologi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
f.       Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menelaah kembali (review) terhadap rancangan evaluasi, guna mengurangi adanya biaya dan pemborosan.
g.      Evaluator hendaknya dengan jujur mencantumkan penjelasan tentang keterbatasan dan hambatan selama proses evaluasi berlangsung.
h.      Evaluator perlu menyertakan hasil evaluasi negativ agar data yang dilaporkan bermanfaat bagi peningkatan program berikutnya.
i.        Penyebar luasan hasil evaluasi, karena tujuan evaluasi adalah untuk mengumpulkan informasi bagi tindak lanjut program.
j.        Evaluasi tidak boleh melanggar hal-hal yang dilindungi sesuai dengan peraturan yang ada.
k.      Pelaksanaan program boleh menolak evaluator dengan alasan tertentu.
Macam-macam model evaluasi yang digunakan bertumpu pada aspek-aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah laku individu. Evaluasi yang berorentasi tujuan berkaitan erat dengan materi dan tingkah laku individu. Evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulumAda beberapa model dalam evaluasi kurikulum, yaitu Evaluasi kurikulum model penelitian (research evaluation model), model evaluasi kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal/objective oriented evaluation model), model evaluasi kurikulum yang lepas dari tujuan (goal free evaluation model), model campuran multivariasi, model CIPP (Contex, Input, Procces, and Product),model Ten Brink, model Pendekatan Proses, model Evaluasi Kuantitatif, model EkonomiMikro dan model Evaluasi Kualitatif.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda