Minggu, 03 Januari 2016

Kesulitan Belajar



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang  
Pembahasan tentang hakikat kesulitan belajara sangat diperlukan karena dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan adanya penggunaan istilah tersebut secara keliru. Banyak orang, termasuk sebagian besar para guru, tidak dapat membedakan antara kesulitan belajar dengan tuna grahita. Tanpa memahami hakikat kesulitan belajar, akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada gilirannya juga sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka. dengan memahami hakikat kesulitan belajar, jumlah dan klasifikasi mereka dapat ditentukan dan strategi penanggulangan yang efektif dan efesien dapat dicari. Penyebab kesulitan belajar juga perlu dipahami karena dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan usaha-usaha preventif maupun uratif. Oleh karena itu, para calon guru bagi anak kesulitan belajar perlu dahulu memahami hakikat kesulitan belajar sebelum melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang pendidikan mereka.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari kesulitan belajar?
2.      Apa saja klasifikasi kesulitan belajar?
3.      Apa penyebab kesulitan belajar?

C.     TUJUAN
Ada 4 tujuan yang ingin di capai melalui pembahasaan pada bab ini. Ke empat tujuan tersebut adalah agar anda dapat:
1.      Mendefinisikan pengertian kesulitan belajar
2.      Mengklasifikasikan kesulitan belajar, dan
3.      Menjelaskan penyebab kesulitan belajar.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Berkesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahsa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidak mampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya dalah ketidak mampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dalam buku ini karena dirasakan lebih optimistic.
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963 Samuel A. Krik untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama ganguan anak seperti disfungsi otak (minimal brain disfungtion), gangguan neurologis  (neurplogical disorders), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan (development mental aphasia) menjadi suatu nama kesulitan belajar ( learning disabilities) (Takesi Fujishima et all.,1992:26). Konsep tersebut telah diadopsi secara luas dan pendekatan edukatif terhadap kesulitan belajar telaj berkembang secara cepat, terutama dinegara-negara yang sudah maju.

B.     Klasifikasi
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan ( development learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik ( academic learning disabilities). Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian prilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjukan pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan atau matematika.
Kesuliatan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sebaliknya, kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti dalam hal bidang akademik. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar yang disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan prasyarat ( Prerequisite Skills), yaitu keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk keterampilan berikutnya.
Ø  Kesulitan Belajar Membaca
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia). Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani yang artinya “kesulitan membaca”. Ada nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective readers and remedial readers (Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985: 202); sedangkan kesulitan belajar membaca yang berat sering disebut aleksia (alexia) (Lerner, 1981: 295)
Istilah disleksia banyak digunakan dalam dunia kedokteran dan dikaitkan dengan adanya gangguan fungsi neurofisiologis. Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Mercer (1979: 200) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Menurut Lerner seperti dikutip oleh Mercer (1979: 200) definisi kesulitan belajar membaca atau disleksia sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan pada fungsi otak.

Metode Pengajaran Membaca bagi Anak Berkesulitan Belajar

Metode Fernald, Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran membaca multisensoris yang sering dikenal pula sebagai metode VAKT (visual, audiotory, kinesthetic, and tactile). Metode ini menggunakan materi bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan  oleh anak, dan tiap kata diajarkan secara utuh. Metode ini memiliki empat tahapan. Tahapan pertama, guru menulis kata yang hendak dipelajari diatas kertas dengan krayon. Selanjutnya anak menelusuri tulisan tersebut dengan jarinya (tactile and kinesthetic). Pada saat menelusuri tulisan tersebut, anak melihat tulisan (visual), dan mengucapkannya dengan keras (auditory). Proses semacam ini diulang-ulang sehingga anak dapat menulis kata tersebut dengan benar tanpa melihat contoh. Jika anak telah dapat menulis dan memebaca dengan benar, bahan bacaan tersebut disimpan. Pada tahapan kedua, anak tidak terlalu lama diminta menelusuri tulisan-tulisan dengan jari, tetapi mempelajari tulisan guru dengan melihat guru menulis, sambil mengucapkannya. Anak-anak mempelajari kata-kata baru pada tahapan ketiga, dengan melihat tulisan yang ditulis di papan tulis atau tulisan cetak, dan mengucapkan kata tersebut sebelum menulis. Pada tahapan ini anak mulai membaca tulisan dari buku. Pada tahapan keempat, anak mampu mengingat kata-kata yang dicetak atau bagian-bagian dari kata yang telah dipelajari.

Ø  Kesulitan Belajar Menulis

Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia) (Jordon seperti dikutip oleh Hallahan, Kauffman, Lloyd, 1985: 237). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga agrafia. Disgrafia menunjuk pada ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau symbol-simbol matematika. Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia (dyslexia) karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait.
Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara anak memegang pensil. Ada empat macam cara anak memegang pensil yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan belajar menulis, yaitu (1) sudut pensil terlalu besar (2) sudut pensil terlalu kecil, (3) menggenggam pensil (seperti mau meninju), dan (4) menyangkutkan pensil ditangan atau menyeret (Hornsby, 1984: 66). Jenis memegang pensil yang terakhir, menyeret pensil, adalah khas bagi anak kidal.

Pengajaran Remedial Menulis
a.       Menulis permulaan atau menulis dengan tangan menurut learner (1988:422) mengemukakan ada 15 macam aktivitas  yang dapat digunakan untuk membantu anak berkesulitan belajar  menulis. Berikut beberapa contohnya:
1.      Memegang pensil
Banyak anak berkesulitan belajar menulis yang menggunakan pensil dengan cara yang tidak benar. Untuk memegang pensil yang benar, ibu jari dan telunjuk diatas pensil, sedangkan jari tengah berada dibawah pensil; dan pensil dipegang agak sedikit diatas bagian diraut.

2.      Menjiplak
Buat bentuk atau tulisan dengan warna hitam tebak diatas kertas yang agak tebal, letakan diatasnya kertas selembar kertas tipis dan suruh anak menjiplak bentuk atau tulisan tersebut. latihan juga dapat menggunakan OHP (Overhead Projektora)

3.      Titik-titik
Guru membuat dua jenis huruf, huruf yang utuh dan huruf yang terbuat dari titik-titik. Selanjutnya, anak diminta untuk menghubungkan titik-titik tersebut menjadi huruf yang utuh.

4.      Kertas dengan garis pembatas
Anak yang mengalami kesulitan untuk berhenti untuk menulis pada tempat yang telah ditentukan dapat dibantu dengan menggunakan pembatas berupa karton yang diberi “jendela” atau dibantu dengan selotip. Jendela pada karton hendaknya disesuaikan dengan tinggi huruf; huruf a sama tingginya dengan huruf C, E, I,M,N hurtuf B sama tingginya dengan D,H,K,L. dengan huruf yang memotong garis seperti F,G,J,P

5.      Bantuan verbal
Pada saaat anak sedang menulis, guru dapat memberikan bantuan dengan mengucapkan petunjuk seperti” naik”, “turun”, “belok”,Stop”.

Ø  Kesulitan Belajar matematika
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskolkulia (dyscaculis)(Lerner, 1988:430). Istilah diskolkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan sistem syaraf pusat. Kesulitan belajar matematika yang berat oleh Kirk(1962: 10) disebut akalkuliah (acalculia).
Menurut Lerner ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu :
1.      Adanya gangguan hubungan keruangan
2.      Abnormalitas persepsi visual
3.      Asosiasi visual – motor
4.      Perseverasi
5.       Kesulitan mengenal dan memahami symbol
6.      Gangguan penghayatan tubuh
7.      Kesulitan dalam bahasa dan membaca
8.      Performance IQ jauh lebih rendah dari pada sekor verbal IQ
Berbagai aktivitas untuk pengajaran remedial
Aktivitas pengajar remedial hendaknya mencankup tiga katagori,a. konsep b, keterampilan c, pemecahan masalah .
1.      Pengajaran konsep matematika
Konsep bentuk dan ukuran dapat diajarkan melalui permainan memilah. Kepada anak diberikan kepingan papan atau pelastik yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Untuk menanamkan konsep bentuk  dan ukuran, anak diminta untuk memilah-milah kepingan-kepingan tersebut berdasarkan bentuk atau ukurannya. Konsep warna juga dapat  dinamakan melalui permainan ini.
Konsep angka hendaknya diajarkan dengan cara memperkenalkan angka itu sendiri, jumlah benda yang menunjuk angka, dan kata yang menunjuk angka tersebut.sebagai berikut :
O   O         O         O         O
1    2          3          4          5
Satu dua    tiga      empat  lima

C.     Penyebab Kesulitan Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Sedangkan penyebab utama problema belajar ( learning problem) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain strategis pembelajaran yang keliru, pengolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan ( reinforcement) yang tidak tepat.
Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan seulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tuna grahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang menyebabkan disfunsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar anatara lain adalah:
1.      Faktor genetik
2.      Luka pada otal karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen
3.      Biokimia yang hilang ( misalnya biokimia yang diperlukan untuk mengfungsikan syaraf pusat)
4.      Biokimia yang dapat merusak otak( zat pewarna pada makanan )
5.      Pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam)
6.      Gizi yang tidak memadai, dan
7.      Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak ( detprivasi lingkungan). dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari tarafnya ringan hingg yang tarafnya berat.

D.    Pelayanan Pengajaran Remedial Bagi Anak berkesulitan Belajar
Pengajaran remedial (remedial teaching) bertolak dari konsep belajar tuntas ( Mastery learning), yang ditandai oleh sistem pembelajran yang menggunakan modul. Pengajaran remedial pada hakikatnya merupakan kewajiban bagi semua guru setelah mereka melakukan evaluasi formatif dan menemukan adanya anak yang belum mampu meraih tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Disuatu sekolah idealnya ada dua jenis guru, guru regular (baik guru kelas maupun guru bidang study) dan guru remedial yang khusus memberikan pelayanan pengajaran remedial bagi anak-anak kesulitan belajar.
Sebelum mengajarkan remedial diberikan, guru lebih dahulu perlu menegakan diagnisi kesulitan belajar, yaitu menentukan jenis dan kesulitan belajar seta alternative strategi pengajaran remedial  yang efektif dan efesien. Menurut buku akta mengajar V (1984/1985:40) ada enam langkah prosedur diagonal yang perlu dilalui,
1.      Identifikasi
2.      Lokalisasi letak kesulitan
3.      Lokalisasi penyebab kesulitan
4.      Memperkirakan kemungkinan bantuan
5.      Menetapkan kemungkinan cara mengatasi kesulitan
6.      Tindak lanjut



Menurut Samuel A. Kirk (1986:265), prosedur diagonis mencakup lima langkah,
1.      Menentukan potensi kapasitas anak
2.      Menentukan tarf kemampuan dalam suatu  bidang studi yang memerlukan pengajaran remedial
3.      Menentukan gejala kegagalan dalam suatu studi
4.      Menganalisis faktor-faktor yang terkait
5.      Menyusun rekomendasi untuk mengajar remedial.


Dari kedua jenis prosedur tersebut mungkin disintesiskan sehingga langkah-langkah menjadi ada 7 macam langkah-langkah prosedur yang perlu dilalui :
1.      Identifikasi
2.      Menentukan prioritas
3.      Menentukan potensi
4.      Menentukan taraf kemampuan dalam bidang yang perlu diremediasi
5.      Menentukan gelaja kesulitan
6.      Menganalisis faktor-faktor yang terkait
7.      Meyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial














BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

·         Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahsa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidak mampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya dalah ketidak mampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dalam buku ini karena dirasakan lebih optimistic.
·         Klasifikasi
·         Penyebab Kesulitan Belajar
·         Pelayanan Pengajaran Remedial Bagi Anak berkesulitan Belajar

B. Saran
Setiap anak pastinya memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan juga kesulitan yang berbeda-beda. Sebagai guru, yang diawasi adalah murid-murid dikelas, haruslah mengawasi dengan benar dan teliti, jangan hanya mengutamakan anak-anak yang sudah lancar dalam melakukan segala hal. Guru harus memperhatikan muridnya satu persatu, jika guru hanya membiarkan dan hanya melihat anak yang telah pandai, jika ternyata ada murid yang berkesulitan belajar dan guru tak acuh, anak itu akan semakin tertinggal dari yang lainnya dan kesulitan yang ia hadapi tidak terselesaikan, seperti berkesulitan belajar  yang dimana guru harus meluangkan waktunya lebih untuk membina anak tersebut agar tidak tertinggal dengan yang lainnya.




Daftar pustaka
Abdurrahman, Mulyono.2003.Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta : Rineka Cipta.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda