Sejarah Singkat "GEGER CILEGON"
Sejarah Singkat
GEGER CILEGON
Selain
memiliki kekayaan budaya yang melimpah, Provinsi Banten juga memiliki sebuah
sejarah besar yang ada di Cilegon, salah satu kota yang ada di Provinsi Banten.
peristiwa perlawanan senjata yang paling menghebohkan di Banten ialah peristiwa
“GEGER CILEGON” yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888 yang dipimpin oleh para
alim ulama salah satunya adalah Kiyai H.Wasyid.
Hal ini
dilatar belakangi tindakan yang sewenang-wenang oleh pasukan Belanda yang pada
saat itu menduduki daerah Banten. ditengah kemelut bencana meletusnya Gunung
Krakatau pada tahun 1883 yang melanda sebagian besar wilayah salah satu kota di
Banten yang sekarang dikenal dengan Kota Cilegon, Belanda mengeluarkan perintah
kepada masyarakat setempat untuk membunuh kerbau. Hal ini dikarenakan pada saat
itu maraknya penyakit yang yang dapat ditularkan melalui hewan kerbau. Selain itu
Belanda juga melecehkan terhadap aktivis-aktivis keagamaan yang ada di Banten.
akibat dari kejadian itu, masyarakat banten kian membenci Belanda, sehingga
tidak sedikit dari mereka yang mulai terbawa oleh aliran-aliran yang Belanda
anggap itu benar.
Penghinaan
Belanda terhadap aktivis-aktivis muslim yang ada di tempat tersebut berupa
larangan menyuarakan adzan yang mereka anggap sebuah kebisingan yang tidak
perlu dsuarakan melalui pengeras suara. Mereka merasa terganggu akan kumandang
adzan subuh yang dapat membangunkan tidur pulas mereka. Selain itu Belanda juga
melarang dikumandangkannnya salawat, tahrim, dan adan dengan suara keras. Hal ini
tentu saja mendapat kecaman keras dari ulama-ulama di Banten yang sekaligus
menentang serta melawan pasukan Belanda pada saat itu..
Akibat
anutan masyarakat yang semakin jauh (sesat/tahayul), Kiyai H.Wasyid beserta
para sahabatnya berbondong-bondong menyuarakan fatwa. Ia menyuarakan fatwa
tentang pentingnya iman kepada Allah SWT, selain meyakini Allah, itu semua
dikatakan Musyrik. Namun, fatwa yang beliau keluarkan nampaknya tidak semulus
yang dibayangkan. Fatwa tersebut ditolak mentah-mentah oleh Belanda, sehingga membawa
Kiyai H.Wasyid dalam pengadilan kolonial pada 18 November 1887 atas tuduhan
melanggar hak orang lain dengan denda sebanyak 7.50 gulden. Hal ini memunculkan sikap tidak terimanya
anak didik Kiyai H.Wasyid terhadap gurunya yang diperlakukan seperti itu. Sehingga
menimbulkan perlawanan senjata dari kubu ulama dengan Belanda.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda