Minggu, 04 Januari 2015

Sejarah Singkat "GEGER CILEGON"



Sejarah Singkat
GEGER CILEGON

Selain memiliki kekayaan budaya yang melimpah, Provinsi Banten juga memiliki sebuah sejarah besar yang ada di Cilegon, salah satu kota yang ada di Provinsi Banten. peristiwa perlawanan senjata yang paling menghebohkan di Banten ialah peristiwa “GEGER CILEGON” yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888 yang dipimpin oleh para alim ulama salah satunya adalah Kiyai H.Wasyid.
Hal ini dilatar belakangi tindakan yang sewenang-wenang oleh pasukan Belanda yang pada saat itu menduduki daerah Banten. ditengah kemelut bencana meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 yang melanda sebagian besar wilayah salah satu kota di Banten yang sekarang dikenal dengan Kota Cilegon, Belanda mengeluarkan perintah kepada masyarakat setempat untuk membunuh kerbau. Hal ini dikarenakan pada saat itu maraknya penyakit yang yang dapat ditularkan melalui hewan kerbau. Selain itu Belanda juga melecehkan terhadap aktivis-aktivis keagamaan yang ada di Banten. akibat dari kejadian itu, masyarakat banten kian membenci Belanda, sehingga tidak sedikit dari mereka yang mulai terbawa oleh aliran-aliran yang Belanda anggap itu benar.

 
 

Penghinaan Belanda terhadap aktivis-aktivis muslim yang ada di tempat tersebut berupa larangan menyuarakan adzan yang mereka anggap sebuah kebisingan yang tidak perlu dsuarakan melalui pengeras suara. Mereka merasa terganggu akan kumandang adzan subuh yang dapat membangunkan tidur pulas mereka. Selain itu Belanda juga melarang dikumandangkannnya salawat, tahrim, dan adan dengan suara keras. Hal ini tentu saja mendapat kecaman keras dari ulama-ulama di Banten yang sekaligus menentang serta melawan pasukan Belanda pada saat itu..
Akibat anutan masyarakat yang semakin jauh (sesat/tahayul), Kiyai H.Wasyid beserta para sahabatnya berbondong-bondong menyuarakan fatwa. Ia menyuarakan fatwa tentang pentingnya iman kepada Allah SWT, selain meyakini Allah, itu semua dikatakan Musyrik. Namun, fatwa yang beliau keluarkan nampaknya tidak semulus yang dibayangkan. Fatwa tersebut ditolak mentah-mentah oleh Belanda, sehingga membawa Kiyai H.Wasyid dalam pengadilan kolonial pada 18 November 1887 atas tuduhan melanggar hak orang lain dengan denda sebanyak 7.50 gulden.  Hal ini memunculkan sikap tidak terimanya anak didik Kiyai H.Wasyid terhadap gurunya yang diperlakukan seperti itu. Sehingga menimbulkan perlawanan senjata dari kubu ulama dengan Belanda.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda